(LAPORAN FARMASI FISIKA FARMASI) KOEFISIEN PARTISI

KOEFISIEN PARTISI
( Partition Coefficient )
Tujuan percobaan
Mengetahui pengaruh pH terhadap koefisien partisi obat yang bersifat asam lemah dalam campuran pelarut kloroform air.
Dasar Teori
Koefisien partisi lipida air suatu obat adalah perbandingan kadar obat dalam fase lipoid dan fase air setelah mencapai kesetimbangan. Peranan koefisien partisi obat-obat dalam bidang farmasi sangat penting. Teori-teori tentang absorbsi, ekstraksi, dan kromatografi banyak terkait dengan teori koefisien partisi. Kecepatan absorbsi obat sangat dipengaruhi oleh koefisien partisinya. Hal ini disebabkan oleh komponen dinding usus yang sebagian besar terdiri dari lipida akan sangat sukar dilakukan absorbsi. Obat-obat yang mudah larut dalam lipida tersebut dengan sendirinya memiliki koefisien partisi lipida-air yang besar, sebaliknya obat-obat yang sukar larut dalam lipida akan memiliki koefisien partisi yang kecil.
Pada umumnya obat-obat bersifat asam lemah atau basa lemah. Jika obat-obat tersebut dilarutkan dalam air, sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat yang terionkan tergantung pH larutannya. Obat-obat yang tidak terionkan ( unionized ) lebih mudah larut dalam lipida, sebaliknya yang dalam bentuk ion kelarutannya kecil atau bahkan praktis tidak larut, dengan demikian pengaruh pH terhadap kecepatan absorbsi obat-obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah sangat besar. Untuk menghitung fraksi obat-obat yang tidak terionkan dapat digunakan persamaan Henderson – Hasselbach, yaitu :
a. Untuk asam lemah :
b. Untuk basa lemah :
Ada dua macam koefisien partisi.
Koefisien partisi sejati atau TPC (True Partition Coefficient )
Koefisien partisi semu atau APC (Apparent Partition Coefficient )
Koefisien partisi atau TPC ( True Partition Coefficient )
Untuk koefisien partisi ini pada percobaan harus memenuhi syarat kondisi sebagai berikut :
Antara kedua pelarut benar-benar tidak dapat campur satu sama lain.
Bahan obatnya (solute) tidak mengalami asosiasi atau disosiasi.
Kadar obatnya relatif kecil (<0,01 M).
Kelarutan solute pada masing-masing pelarut kecil.
Jika semua persyaratan tersebut dipenuhi, maka berlaku persamaan :
Dengan : C1 = kadar obat dalam fase lipoid.
C2 = kadar obat dalam ase air.
Koefisien partisi semu atau APC ( Apparent Partition Coefficient )
Apabila persyaratan TPC tidak dapat dipenuhi, maka hasilnya adalah koefisien partisi semu. Dalam biofarmasetika dan pada berbagai tujuan yang lain, umumnya memiliki kondisi non ideal dan tidak disertai koreksinya, sehingga hasilnya adalah koefisien partisi semu. Biasanya sebagai fase lipoid adalah oktanol, kloroform, sikloheksan, isopropil miristat, dan lain-lain. Fase air yang biasanya digunakan adalah larutan dapar. Pada keadaan ini berlaku persamaan :
Dengan :
C2 0 = Kadar obat salam fase air mula-mula.
C2 ’ = Kadar obat dalam fase air setelah mencapai kesetimbangan.
a = Volume fase air.
b = Volume fase lipoid. (Anonim, 2012)
Adanya pemahaman tentang koefisien partisi dan pengaruh pH pada koefisien partisi akan bermanfaat dalam hubungannya dengan ekstraksi dan kromatografi obat. Secara sederhana koefisien partisi suatu senyawa (P) dapat ditentukan dengan :
Dengan : Co = Konsentrasi senyawa pada fase organik.
Cw = Konsentrasi senyawa dalam air.
Semakin besar nilai P maka semakin banyak senyawa dalam pelarut organik. Nilai P suatu senyawa tergantung pada pelarut organik tertentu yang digunakan untuk melakukan pengukuran. Beberapa pengukuran koefisien partisi dilakukan dengan menggunakan partisi air dan n-oktanol.
(Ghalib, 2007)
Hukum distribusi atau partisi. Cukup diketahui bahwa zat-zat tertentu lebih mudah larut dalam pelarut-pelarut tertentu dibanding dengan pelarut-pelarut yang lain. Jadi iod jauh lebih dapat larut dalam karbon disulfida, kloroform, atau karbon tetraklorida daripada dalam air. Lagi pula, bila cairan-cairan tertentu seperti karbon disulfida dan air, dan juga eter dan air, dikocok bersama-sama dalam suatu bejana dan campuran kemudian dibiarkan, maka kedua cairan akan memisah menjadi dua lapisan. Cairan semacam itu dikatakan sebagai tak dapat campur (karbon disulfida dan air) atau setengah campur (eter dan air), bergantung pada apakah satu kedalam yang lain hampir tak dapat larut atau setengah dapat larut.
Jika iod dikocok bersama suatu campuran karbon disulfida dan air serta kemudian didiamkan, iod akan dijumpai terbagi dalam kedua pelarut itu. Suatu keadaan kesetimbangan terjadi antara larutan iod dalam karbon disulfida dan larutan iod dalam air. Ternyata bila banyaknya iod diubah-ubah.
(Vogel, 1985)
Alat dan Bahan.
Alat :
1. Tabung reaksi
2. Neraca analitik.
3. Tabung.
4. Shaking thermostatic waterbath.
5. Spektrofotometer UV/Vis.
6. Pipet volume
7. Kuvet
8. Labu ukur 10 mL
9. Rak tabung reaksi
10. Pipet
Bahan :
1. Aquadest
2. Dapar Salisilat pH 3, 4 dan 5 (fase air)
3. Kloroform (fase lipoid)
4. FeNO 3 1%
Metode kerja.
o Cara kerja skematis
Percobaan koefisien partisi
Diambil masing-masing larutan dapar Salisilat pH 3, 4, dan 5 sebanyak 5 mL dan dimasukkan dalam tabung percobaan.
Ditambahkan pada larutan tersebut 2 mL kloroform p.a lalu diinkubasi pada suhu 37 0 C dan diaduk.
Setelah kira-kira dua jam, tentukan kadar salisilat dalam fase cair dan diulangi tiap 30 menit. Kesetimbangan dicapai apabila beberapa kali penentuan kadar tersebut hasilnya sudah konstan.
Dihitung masing-masing koefisien partisinya pada ketiga macam pH tersebut.
Dibuat kurva hubungan antara APC sebagai fungsi pH.
Penetapan kadar salisilat
1 mL fase air pada percobaan koefisien partisi ditambahkan 2 mL larutan FeCl 3 1% diencerkan dengan Aquadest hingga 10 mL.
Didiamkan larutan selama 6-10 menit
Serapannya dibaca pada panjang gelombang 530 nm.
Ditentukan kadar salisilat dengan menggunakan kurva baku yang tersedia.
Analisa Cara Kerja
Pada percobaan kali ini kami mempraktikan pengujian koefisien partisi pada larutan dapar salisilat 0,01 M dengan pH 3, 4, dan 5 yang di tambahkan NaOH. Hal yang pertama dilakukan adalah memasukkan 5 mL larutan dapar dengan pH 3, 4, dan 5 masing-masing kedalam 2 tabung, kemudian ditambahkan kloroform sebanyak 2 mL, kloroform dengan larutan dapar akan terlihat memisah, dengan lapisan bawah adalah kloroform, dan lapisan atas adalah larutan dapar. Tutup dengan alumunium foil dan diberi label agar tidak tertukar. Kemudian di shake pada
shaking thermostatic waterbath selama 1 jam.
Setelah 1 jam berikutnya adalah mengambil larutan dapar pada bagian atas tabung sebanyak 1 mL menggunakan pipet volume yang kemudian dimasukkan kedalam labu takar 10 mL, lalu ditambahkan FeNO 3
1% sebanyak 2 mL, ditambahkan aquadest sampai 10 mL, tutup dengan alumunium foil, diamkan selama 6-10 menit, fungsi dari pendiaman selama 6-10 menit ini adalah agar obat membentuk kompleks warna dengan larutan FeNO 3 . Setelah 6-10 menit, kemudian dibaca absorbansinya di Spektrofotometer UV/vis, hal berikut dilakukan berulang kali sampai semua tabung yang di isi larutan dapar dan kloroform telah dibaca absorbansinya.
Tidak ada kendala dalam percobaan yang kami lakukan karena kami mendapatkan hasil yang memasuki range (0,2-0,8) dan hasilnya sesuaidengan pH yang digunakan, semakintinggi pH maka semakin tinggi pula absorbansinya. Dapat disimpulkan bahwa pengerjaan menggunakan spektrofotometer UV/vis harus menggunakan blanko awal yang sama dan tidak boleh berbeda-beda. Karena dapat mempengaruhi hasil yang didapat. Blanko yang digunakan adalah campuran dari Aquadest dan FeNO 3.
Penggunaan gelombang pada percobaan ini adalah 530 nm. Saat menggunakan kuvet hendaklah memegang pada bagian kaca yang buram, jangan memegang bagian kaca yang bening karena bila kaca yang bening kotor atau tidak bersih bias mempengaruhi hasil. Penempatan kuvet pada alat spektrofotometer UV/vis harus kaca bening di hadapkan pada lubang tempat yang tersedia, apabila kaca buram yang di hadapkan maka spektrofotometer UV/vis tidak bisa membaca Absorbansi pada larutan.
E. HASIL PERCOBAAN
Obat : Asam Salisilat
Kadar awal (C 2 0 )
: 0,01 M
Volume fase air (a)
: 5 mL (larutan dapar)
Volume fase lipoid (b)
: 2 mL (kloroform)
λ max : 530 nm
Operating Time
: 6 – 10 menit
Blanko : 2 mL FeNO 3 1% + Aquadest ad 10 mL
Kurva Baku : Y = 1,02 + 0,014
Sampling pada t = 60
pH Abs fp Kadar (mg%)
Kadar Rata-rata (mg%)
Kadar (M)
3 0,382 10x 3,61
3,45
2,50 x 10 -4
0,350 10x 3,29
4 0,470 10x 3,85
3,80
2,75 x 10 -4
0,395 10x 3,74
5 0,526 10x 5,02
4,96
3,59 x 10 -4
0,514 10x 4,96
Perhitungan
Pada pH = 3
1. y = 1,02x + 0,014
0,382 = 1,02x + 0,014
0,382 – 0,014
= 1,02x
x = 0,361
Kadar (mg%)
= X x fp
= 0,361 x 10
= 3,61 mg%
2. y = 1,02x + 0,014
0,350 = 1,02x + 0,014
0,350 – 0,014
= 1,02x
X = 0,319
Kadar (mg%)
= X x fp
= 0,319 x 10
= 3,19 mg%
Mg% rata-rata
=
= 3,45 mg%
Kadar (M) =
=
= 2,50 x 10 -4 M
Pada pH = 4
1. y = 1,02 x + 0,014
0,407 = 1,02x + 0,014
0,407 – 0,014
= 1,02x
X = 0,385
Kadar (mg%0
= X x fp
= 0,385 x 10
= 3,85 mg%
2. y = 1,02x + 0,014
0,395 = 1,02x + 0,014
0,395 – 0,014
= 1,02x
X = 0,374
Kadar (mg%)
= X x fp
= 0,374 x 10
= 3,74 mg%
Mg% rata-rata
=
= 3,80 mg%
Kadar (M) =
=
= 2,75 x 10 -4 M
Pada pH = 5
1. y = 1,02x + 0,014
0,526 = 1,02x + 0,014
0,526 – 0,014
= 1,02x
x = 0,502
Kadar (mg%)
= X x fp
= 0,502 x 10
= 5,02 mg%
2. y = 1,02x + 0,014
0,514 = 1,02x + 0,014
0,514 – 0,014
= 1,02x
x = 0,490
Kadar (mg%)
= X x fp
= 0,490 x 10
= 4,90 mg%
Mg% rata-rata
=
= 4,96 mg%
Kadar (M) =
=
= 3,59 x 10 -4 M
Perhitungan APC (apparent partition coefficient)
Pada pH = 3
APC =
=
= 19,75
Pada pH = 4
APC =
=
= 15,68
Pada pH = 5
APC =
=
= 11,43
Grafik hubungan antara APC dengan pH
F. PEMBAHASAN
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pH terhadap koefisien partisi obat yang bersifat asam lemah dalam campuran pelarut kloroform-air. Pengertian koefisien partisi lipida air suatu obat adalah perbandingan kadar obat dalam fase lipoid dan fase air setelah tercapai kesetimbangan. Dalam bidang farmasi, peranan koefisien partisi obat-obat juga sangat penting. Toeri-teori tenteng absorbsi, ekstraksi, dan kromatografi juga banyak terkait dengan teori koefisien partisi.
(Anonim, 2012)
Pada percobaan ini digunakan fase air berupa larutan dapar asam salisilat, dan yang berfungsi sebagai fase lipoidnya adalah kloroform. Koefisien partisi sangat mempengaruhi kecepatan absorbsi obat. Hal ini disebabkan karena kemampuan dinding usus yang sebagian besar terdiri dari lipid akan sangat sukar dilakukan absorbsi. Semakin besar koefisien suatu obat, maka semakin cepat pula obat tersebut terabsorbsi, atau dapat pula dikatakan jika obat mudah larut dalam lipid berarti koefisien partisi lipid-airnya besar.
Untuk obat-obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah, jika dilarutkan dalam air maka sebagian akan terionisasi. Banyaknya fraksi obat yang terion tergantung pada pH larutannya. Untuk obat asam lemah apabila pH makin besar, maka fase yang terionisasi juga makin banyak. Pada pH yang tinggi, obat akan mengalami peristiwa penggaraman dimana garam tersebut oleh air akan terurai menjadi bentuk-bentuk ionnya. Hal tersebut dapat terjadi pada asam salisilat, karena asam salisilat termasuk asam lemah. Maka jika pH semakin tinggi, asam salisilat akan terionkan, dan dalam fase lipoid akan tidak larut, tetapi pada fase air akan larut (menunjukkan bahwa pada pH yang tinggi, kadar asam salisilat dalam air tinggi dan dalam fase lipoid rendah).
Rumus asam salisilat
BM asam salisilat = 138,12
Dalam praktikum ini digunakan larutan dapar asam salisilat dengan pH yang berbeda-beda yaitu 3,4 dan 5, masing-masing tabung sebanyak 5,0 ml dan dimasukkan ke dalan 6 tabung, tiap pH dimasukkan dalam 2 tabung. Digunakan larutan dapar bertujuan agar dapat mempertahankan harga pH larutan. Sedangkan pH yang digunakan dalam percobaan berbeda-beda bertujuan untuk mengetahui absorbsi obat dalam usus dan lambung, dimana umumnya pH pada lambung adalah asam, dan pH dalam usus adalah basa, yang menjadi ukuran pertama gerakan peristaltik usus sehingga terjadi absorbsi yang besar dengan bertambah luasnya permukaan usus.
Selanjutnya, pada tiap tabung yang sudah terisi larutan dapar, ditambahkan 2,0 ml kloroform. Lalu akan terjadi dua lapisan atau dua fase zat cair yang tidak bercampur. Lapisan kloroform berada dibagian bawah, karena berat jenisnya lebih besar dibandingkan dengan berat jenis air pada larutan dapar.
Selain itu karena adanya perbedaan sifat dari kedua fase tersebut dimana kloroform bersifat non polar sedangkan dapar salisilat bersifat polar sesuai teori “ like dissolve like ” yaitu larutan yang bersifat sama akan saling bercampur atau saling melarutkan.
Selanjutnya keenam tabung tersebut dishaking selama 60 menit pada suhu 37⁰C menggunakan alat shaking waterbath. Tujuan dilakukannya shaking adalah agar larutan menjadi setimbang, dimana dalam suatu reaksi kimia kecepatan reaksi ke kanan sama dengan kecepatan reaksi ke kiri. Dapat dikatakan pula jika pada temperatur, tekanan dan konsentrasi tertentu maka reaksi tersebut energinya sama antara produk dan reaktan, sehingga hubungan konsentrasi dan hasil reaksi tetap. Sedangkan suhu yang digunakan 37⁰C adalah untuk menyesuaikan keadaan agar sesuai dengan suhu tubuh, karena setelah obat diminum akan mengalami fase farmasetik, farmakokinetik (ADME) dan fase farmakodinamik. Penggunaan kloroform sebagai fase lipoid karena kloroform memiliki sifat yang mirip dengan lipid yang ada dalam tubuh.
Setelah 60 menit, semua tabung reaksi diambil. Selanjutnya dilakukan pembacaan absorbansi menggunakan spektrofotometer. Absorbansi dilakukan terhadap fase air, dengan cara mengambil 2,0 ml fase air dan ditambahkan dengan 1,0 ml FeNO 3 1%, kemudian ditambah aquadest ad 10,0 ml lalu dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer visibel pada λ 530 nm dengan OT 6-10 menit. Setelah dibaca absorbansinya kemudian dihitung kadar asam salisilat dengan kurva baku y=1,02x+0,014, x dalam mg%.
Untuk pembacaan absorbansinya hanya menggunakan fase airnya saja, karena fase air dalam tabung merupakan campuran dari obat salisilat dengan ionnya dan untuk mempermudah pengambilan cairan. Tujuan penambahan FNOl 3 1% adalah untuk membentuk kompleks warna agar dapat dilakukan pembacaan absorbansi pada spektrofotometer visibel. Sebelum dibaca absorbansinya terlebih dahulu didiamkan selama 6-10 menit sebagai operating time, tujuannya agar asam salisilat dapat membentuk kompleks seluruhnya dengan FeNO 3 1%. Terbentuk reaksi kompleks warna antara asam salisilat dengan FeNO 3 1% sehingga muncul warna ungu.
Dari hasil percobaan diperoleh kadar untuk masing-masing pH dan waktu, serta APC yang dihitung pada saat setimbang, yaitu pada suhu setelah 60 menit, kemudian dibuat grafik hubungan kadar vs waktu pada masing-masing pH. Asam salisilat merupakan asam lemah, biasanya dalam bentuk tak terion, sehingga mudah larut dalam lipid.
Kadar rata-rata pada masing-masing pH adalah pH 3 sebanyak 2,50x10 -4 mg%, pH 4 sebanyak 2,75x10 -4 mg%, dan pH 5 sebanyak 3,59x10 -4 mg%. sedangkan untuk menghitung APC = . maka diperoleh APC pada pH 3 = 19,75, pH 4 = 15,68, pH 5 = 11,43.
G. KESIMPULAN
Larutan dapar salisilat berperan sebagai fase air.
Kloroform berperan sebagai fase lipoid.
Yang digunakan sebagai blangkonya yaitu FeNO 3 1% 2 ml dan aquadest ad 10 ml.
Kadar rata-rata pH 3 = 2,50x10 -4 M, pH 4 = 2,75x10 -4 M, pH 5 = 3,59x10 -4
M.
APC masing-masing pH 3 = 19,75, pH 4 = 15,68, pH 5 = 11,43
Untuk kadar rata-rata, semakin besar pH maka semakin besar kadar rata-rata.
Untuk APC, semakin besar pH juga semakin kecil jumlah APCnya.
H. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Kumpulan Modul Praktikum Kimia Fisika . Surakarta : UMS.
Gandjar, Ibnu Ghalib, dkk. 2007. Kimia Farmasi Analisis . Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Vogel. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro . Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka.

0 Response to "(LAPORAN FARMASI FISIKA FARMASI) KOEFISIEN PARTISI"

Posting Komentar